Ketika Akhirnya Ia Terbangun (Kembali)
Gadis itu berdiri sendiri. Ditengah
hutan rimba sunyi. Ia masih memakai kemeja tidur sembari terpaku memandang
langit-langit menghitam berkeliling pepohonan rindang. Ia tak tahu sejak kapan
ia berada disana dan mengapa. Yang ia pikirkan hanya rasa takut dan cemas yang
mulai mengisi hatinya.
Tersorot dari tatapannya, bahwa ia
seperti orang ketakutan. Merinding karena suasana terlalu mengerikan bagi gadis
kecil seukuran dirinya. Dan seketika itu, siluet tajam melesat diantara
batang-batang pohon pinus dingin dalam hentakan malam.
Dengan sekelebat mata elangnya, gadis
itu berlari, berlari, dan terus berlari. Mengejar bayangan tak berbentuk itu.
Melewati semak belukar, sampai ranting-ranting tinggi menjambak rambut kusutnya
hingga rontok beberapa helai. Jatuh terpijak oleh ketidakpeduliannya. Ia bahkan
lebih tertarik akan bayangan kabur yang tadi sempat melewatinya.
Gadis itu masih tidak peduli. Dia
tetap terus mengejar bayangan itu. Seolah bayangan itu adalah sesosok manusia
yang bisa membawanya keluar dari kesunyian malam itu. Sayup-sayup terdengar
suara-suara kecil, meneriakkan sesuatu yang tidak jelas. Seperti suara dari
bayangan itu. Seperti suara yang mengajak dia untuk tidak menghentikan langkahnya
untuk berlari. Seperti suara yang meghipnotisnya, berdengung keras di dalam
kepalanya. Seperti suara lebah kecil yang ganas walau terdengar ramah. Seperti
suara..
Dan, oh! Ia tersandung. Dengan wajah
jatuh tepat di tanah lembab yang dingin. Layaknya udara yang sedari tadi
menampar-nampar pipinya tatkala ia berlari tak peduli arah mata angin. Lalu ia
berdiri. Di depannya, tampaklah sebuah air terjun deras mengalir. Dan bayangan
itu ada disana, diatas batu licin. Ia adalah sesosok berjubah hitam. Tepat
dibawah sorot purnama, ia berdiri. Merentangkan tangannya, dan ada suasana
kedamaian disana.
Ketika sosok itu menoleh ke arahnya,
tampak seringai tajam menghiasi kegelapan di dalam jubah hitam di malam yang
gelap. Lalu sosok itu menghilang. Jatuh di derasnya air terjun yang berdesir
keras. Bodohnya, gadis itu mengikutinya. Ia berdiri di atas batu licin berlumut
hijau tua. Dirasakannya dingin angin membelai lembut rambutnya. Saat itu juga
ia menghilang.
Sssaaah! Sebuah sentakan kecil
membangunkannya. Gadis itu
berdiri sendiri. Ditengah hutan rimba sunyi. Ia masih memakai kemeja tidur
sembari terpaku memandang langit-langit menghitam berkeliling pepohonan
rindang. Sejak kapan ia kembali disini? Bukankah ia seharusnya menghilang di
air terjun bersama bayangan berjubah tadi?
Tersorot
dari tatapannya, bahwa ia seperti orang ketakutan. Dan seketika itu, siluet
tajam melesat diantara batang-batang pohon pinus dingin dalam hentakan malam.
Dengan sekelebat mata elangnya, gadis
itu berlari, berlari, dan terus berlari. Mengejar bayangan tak berbentuk itu.
Melewati semak belukar, sampai ranting-ranting tinggi menjambak rambut kusutnya
hingga rontok beberapa helai. Jatuh terpijak oleh ketidakpeduliannya. Ia bahkan
lebih tertarik akan bayangan kabur yang tadi sempat melewatinya.
Ini seperti dejavu. Apakah ini
mimpi? Ataukah kejadian tadi adalah mimpi? Ah tidak, gumamnya. Ia mencubit
pipinya. Ia tak merasakan apa-apa. Ia bahkan tidak tahu, ia bisa merasa dan
meraba atau tidak. Ia hanya mengikuti naluri. Saat ini, logika tidak bisa
berfungsi. Kalau begitu, berarti mungkin saat ini dia sudah terbangun dari
mimpi. Tetapi mengapa ia masih di tempat yang sama?
Gadis
itu masih tidak peduli. Dia tetap terus mengejar bayangan itu. Seolah bayangan
itu adalah sesosok manusia yang bisa membawanya keluar dari kesunyian malam
itu. Sayup-sayup terdengar suara-suara kecil, meneriakkan sesuatu yang tidak
jelas. Seperti suara dari bayangan itu. Seperti suara yang mengajak dia untuk
tidak menghentikan langkahnya untuk berlari. Seperti suara yang meghipnotisnya,
berdengung keras di dalam kepalanya. Seperti suara lebah kecil yang ganas walau
terdengar ramah. Seperti suara..
Dan, oh! Ia tersandung. Dengan wajah
jatuh tepat di tanah lembab yang dingin. Seperti udara yang sedari tadi
menampar-nampar pipinya tatkala ia berlari tak peduli arah mata angin. Lalu ia
berdiri. Di depannya, tampaklah sebuah air terjun deras mengalir. Dan bayangan
itu ada disana, diatas batu licin. Ia adalah sesosok berjubah hitam. Tepat
dibawah sorot purnama, ia berdiri. Merentangkan tangannya, dan ada suasana
kedamaian disana.
Ketika sosok itu menoleh ke arahnya,
tampak seringai tajam menghiasi kegelapan di dalam jubah hitam di malam yang
gelap. Lalu sosok itu menghilang. Jatuh di derasnya air terjun yang berdesir
keras. Bodohnya, gadis itu kembali mengikutinya. Untuk yang kedua kalinya, ia
berdiri di atas batu licin berlumut hijau tua. Dirasakannya dingin angin
membelai lembut rambutnya. Saat itu juga ia menghilang.
Dan kemudian akhirnya ia terbangun, kembali!
Tetapi kali ini ia berada di kamar tidurnya yang hangat dan nyaman, tidak ada
hutan, air terjun, bahkan bayangan berjubah hitam.
Muara Bungo, 23032011
Deza
3 comments
ahaha..
Bangun tidur mimpi lagi.. Bangun lagi tidur lagi..
Banguuun masih mimpi
@marchel: waahahaha.. daripada, mimpiiiii... ga bangun bangun..
lah??
Kak, izin copas cover cerita itu boleh ga?
Post a Comment
titip komennya dong yaaa....
silahkan ber-ceriwis-ria disini.. mumpung ga ada larangan :p